Siapa yang tidak kenal dengan lalat?
Binatang mungil yang selalu hinggap pada tempat-tempat yang kotor dan
menjijikkan, terbang kesana-kemari menebarkan penyakit. Sehingga kita
merasa takut dan jijik, jika lalat hinggap pada makanan kita. Namun, tahukah
anda, ternyata gara-gara lalat dapat menyebabkan seseorang masuk ke
dalam surga yang penuh dengan kenikmatan yang abadi. Sebaliknya,
gara-gara lalat menyebabkan seseorang dilemparkan ke dalam neraka yang
menyala-nyala dan siksanya tiada berakhir. Mungkin ada
diantara Pembaca yang budiman merasa takjub. Tapi, ketakjuban seperti
ini lumrah, sebab dahulu para sahabat juga takjub dan heran ketika
mendengarkan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- menceritakan hal itu.
Dari sahabat Thariq bin Shihab bahwasanya Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
دَخَلَ الجَنَّةَ رَجُلٌ فِيْ
ذُبَابٍ وَدَخَلَ النَّارَ رَجُلٌ فِيْ ذُبَابٍ، قَالُوْا: وَكَيْفَ
ذَلِكَ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: مَرَّ رَجُلَانِ عَلَى قَوْمٍ لَهُمْ
صَنَمُ لَايَجُوْزُهُ أَحَدٌ حَتَّى يُقَرِّبُ لَهُ شَيْئًا، فَقَالُوْا
لِأَحَدِهِمَا: قَرِّبْ، قَالَ: لَيْسَ عِنْدِ شَيْءٌ أُقَرِّبُ، قَالُوْا
لَهُ: قَرِّبْ وَلَوْ ذُبَابًا، فََقَرَّبَ ذُبَابًا،فَخَلُّوْا
سَبِيْلَهُ، فَدَخَلَ النَّارَ، وَقَالُوْا لِلأَخَرِ: قَرِّبْ، قَالَ: مَا
كُنْتُ لِأُقَرِّبَ لِأَحَدٍ شَيْئًا دُوْنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ،
فَضَرَبُوْا عُنُقَهُ فَدَخَلَ الجَنَّةَ
“Ada seseorang masuk surga
gara-gara seekor lalat dan ada seseorang yang masuk neraka gara-gara
lalat “. Para sahabat bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ada dua orang berjalan melewati suatu
kaum yang mempunyai berhala. Mereka tidak memperbolehkan seorang pun
melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban.
Maka berkatalah mereka (kaum itu) kepada salah seorang dari laki-laki
tersebut, “Berkurbanlah!” Dia menjawab, “Aku tidak memiliki sesuatu pun
untuk dikorbankan”. Mereka berkata lagi kepadanya, “Berkorbanlah,
walaupun hanya seekor lalat. Maka laki-laki itu berkorban dengan seekor
lalat. Lalu mereka pun membiarkannya meneruskan perjalanan. Maka ia pun masuk neraka.
Kemudian kaum itu berkata lagi kepada seorang yang lain,
“Berkurbanlah!!” Lalu laki-laki itu menjawab, “Aku sama sekali tidak
pernah menjadikan kurbanku kepada seorang pun, selain Allah -Azza wa
Jalla- . Maka kaum itu memenggal lehernya dan masuklah ia ke dalam surga“. [HR. Ahmad dalam Az-Zuhud (15), dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (1/203). Hadits ini di-shahih-kan oleh Abu Ya'la Muhammad Aiman As-Salafy dalam Bughyah Al-Mustafid (hal. 150)].
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -rahimahullah- berkata, “Orang
ini berkurban dengan sesuatu yang hina (tidak berharga) dan tidak bisa
dimakan, akan tetapi ketika ia meniatkan hal itu dapat mendekatkan
dirinya kepada berhala, maka jadilah ia seorang yang musyrik. Lalu iapun
masuk ke dalam neraka”. [Lihat Al-Qaul Al-Mufid Syarh Kitab At-Tauhid (1/142), cet. Darul Aqidah)]
Syaikh Abdur Rahman bin Hasan Alusy Syaikh -rahimahullah- berkata, “Jika
begini kondisi orang yang mendekatkan diri kepada berhala dengan
seekor lalat maka bagaimana lagi keadaannya orang-orang yang
menggemukkan untanya, sapinya, dan kambingnya untuk mendekatkan diri
mereka dengan menyembelihnya dan berkurban kepada sesuatu yang disembah
selain Allah berupa mayat, orang yang gaib, thogut, tempat-tempat
keramat, pohon, batu, atau selain dari itu. Orang musyrikin di masa
sekarang mereka menganggap yang demikian itu lebih afdhol dari pada
menyembelih di hari kurban idul adha yang telah disyariatkan. Terkadang
sebagian diantara mereka mencukupkan diri dengan berkurban kepada
selain Allah saja. Karena besarnya rasa takut, pengagungan dan harapan
mereka kepada selain Allah. Sungguh musibah ini telah merata. [Lihat Qurrah 'Uyun Al-Muwahhidin, (hal 71)]
Jika kita mencermati ucapan Syaikh
Abdur Rahman bin Hasan Alusy Syaikh, dan membandingkannya dengan
realita dan fakta yang terjadi di sekitar kita, maka kita akan melihat
pemandangan yang sangat ironis dan memilukan. Apa yang beliau katakan,
jelas terjadi di depan mata kita, “bagaikan matahari di siang bolong”.
Liriklah orang yang ber-KTP Islam yang selalu melakukan ritual-ritual
berupa pesta laut di pantai Laut Selatan. Mereka menyembelih hewan
kurban kepada Nyi Roro Kidul sebagai bentuk kesyukuran atau tolak bala.
Ironinya, justru yang menyerukan dan membela hal ini adalah
orang-orang yang disebut “tokoh-tokoh agama” dan “pemuka-pemuka adat”
yang pada hakikatnya mereka adalah orang-orang yang tidak paham tentang
agama Allah. Seandainya mereka paham, niscaya mereka tidak akan
menyeru manusia ke neraka Jahannam. Seandainya mereka paham, tentunya
mereka tidak akan menyelisihi perintah Allah yang mereka membacanya
setiap hari, bahkan di setiap shalatnya.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah sesunggunya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Rabbnya alam semesta”
Mereka telah memalingkan ibadah yang
agung ini (yaitu menyembelih) kepada selain Allah. Padahal menyembelih
hanya boleh dipersembahkan oleh seorang muslim hanya kepada Allah. Menyembelih termasuk ibadah yang paling agung, karena sebesar-besar ibadah harta adalah berkurban (menyembelih hewan ternak).
Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim Al-Harraniy -rahimahullah- berkata, “Ibadah
badaniyah (dengan anggota badan) yang paling utama ialah shalat
sedangkan ibadah dengan harta yang paling utama adalah berkurban.
Perkara yang terkumpul pada seorang hamba dalam shalat tidaklah
terkumpul pada ibadah selainnya sebagaimana diketahui oleh pemilik hati
yang hidup. Perkara yang terkumpul dalam ibadah kurban apabila dia
menggabungkan antara iman dan keikhlasan dari kekuatan keyakinan dan
persangkaan yang baik akan menghasilkan perkara yang mengagumkan. Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- banyak melakukan shalat dan berkurban”. [Lihat Fathul Majid Syarh Kitab At-Tauhid (hal.120), cet. Dar Ad-Dakwah Al-Islamiyyah)
Seorang yang menyembelih kepada selain Allah –Ta'ala- merupakan
orang yang musyrik, telah mengangkat makhluk yang disembelihkan
tersebut sebagai sembahan selain Allah. Orang ini akan dilaknat oleh
Allah –Ta'ala- lewat lisan Rasul-Nya.
Ali bin Tholib -radhiyallahu 'anhu- berkata,
لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ
اللهِ، لَعَنَ اللهُ مَْنْ لَعَنَ وَالَدَيْهِ، لَعَنَ اللهُ مَنْ اَوَى
مُحْدِثًا، لَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ الْأَرْضِ
"Rasulullah -Shollallahu 'alaihi wasallam- telah mengatakan kepadaku empat kalimat: Allah melaknat orang yang menyembelih kepada selain Allah,
Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknak
orang yang melindungi mubtadi' (pembuat bid'ah/ajaran baru dalam
agama), Allah melaknat orang yang mengubah tanda batas tanah." [HR. Muslim dalam Shohih-nya (1178) dan An Nasa'iy dalam As-Sunan(7/232)]
Berkurban atau menyembelih merupakan ibadah yang hanya diarahkan kepada Allah, karena telah dimaklumi, Allah -Ta’ala- menciptakan kita untuk suatu tugas yang agung, yaitu hanya beribadah kepada-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
”Tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyaat :56)
Penafsir Ulung Al-Qur’an, Abdullah Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Beribadah kepada-Ku, artinya: men-tauhid- (mengesa)kan-Ku”.
Syaikh Muhammad bin Sulaiman At Tamimiy -rahimahullah- berkata dalam Al-Qowa’id Al-Arba’ (hal. 14), “Jika
kamu sudah mengetahui bahwa Allah menciptakanmu untuk beribadah
kepada-Nya, ketahuilah! Sesungguhnya ibadah itu tidak dinamakan ibadah,
kecuali dengan tauhid, sebagaimana shalat itu tidak dinamakan shalat kecuali bersama thaharah
(wudhu’). Jika syirik masuk ke dalam ibadah, maka rusaklah (ibadah
tersebut-pent) sebagaimana hadats, apabila masuk ke dalam thaharah
(wudhu’)”.
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Alu Fauzan -hafizhahullah- berkata, “Engkau
termasuk manusia dalam ayat ini, dan engkau mengetahui bahwa Allah
tidak menciptakanmu dengan sia-sia atau untuk makan dan minum saja serta
hidup bebas dan bergembira dalam dunia ini, tidaklah demikian, Allah
menciptakanmu untuk beribadah hanya kepada-Nya.” [Lihat Syarah Al-Qawa'id Al-Arba' (hal. 14-15)]
Jadi, keberadaan kita di muka bumi ini adalah untuk beribadah hanya kepada-Nya dan
tidak kepada selainnya. Namun perlu diingat, para hamba beribadah
kepada Allah, bukan berarti Allah butuh kepada hamba-Nya, justru mereka
butuh kepada-Nya, karena Allah Maha Kaya, tidak butuh kepada alam
semesta ini.
Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ
”Tidaklah aku menciptakan jin dan
manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki
rezki sedikitpun dari mereka, dan aku tidak menghendaki supaya mereka
memberi aku makan” (QS. Adz-Dzariyaat: 56-57)
Syaikh Al-Fauzan -hafizhahullah- berkata dalam Syarh Al-Qawaid Al-Arba’ hal. 15), “Allah
Azza wa Jalla dialah yang memberi makan dan tidak diberi makan. Tidak
butuh kepada makanan dan ketidakbutuhan Allah sesuai dengan Dzat-Nya.
Allah tidak butuh kepada ibadahmu seandainya kamu kufur maka tidak akan
berkurang sedikitpun kekuasaan Allah subhanah wa ta’ala. Akan tetapi
kaulah yang butuh kepada-Nya yaitu butuh beribadah kepada-Nya. Karena
diantara rahmat-Nya bahwasanya Allah memerintahkannmu untuk beribadah
kepada-Nya untuk kebaikanmu. Karena apabila kau beribadah kepada-Nya
maka sesungguhnya Allah azza wa jalla akan memuliakanmu dengan balasan
dan pahala, maka ibadah adalah sebab Allah memberikan kemuliaan
kepadamu di dunia dan di akhirat. Maka siapakah yang mendapatkan
faidah dalam ibadah? Yang mendapatkan faidah adalah hamba itu sendiri.
Adapun Allah maka sesungguhnya Dia tidak butuh kepada hamba-Nya”.
Jadi, jika orang menyembelih kepada selain Allah, berupa malaikat, nabi, wali-wali, roh, jin, pohon, batu dan sebagainya, maka dia telah melakukan kesyirikan, dan pelakunya kafir ‘keluar dari islam’, serta seluruh amalannya akan dihapus.
Karena ia telah mempersekutukan Allah dengan makhluk-makhluk tersebut,
dan mengangkatnya sebagai tandingan bagi Allah dalam beribadah.
Allah -Ta’ala- berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan Sesungguhnya Telah diwahyukan
kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu
mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Az-Zumar: 65)
Oleh karena itu, murnikanlah ibadahmu
hanya untuk Allah, janganlah engkau campur adukkan dengan noda-noda
kesyirikan sehingga merusak segalanya, laksana nila setitik, susu
sebelanga rusak. Namun jika kalian bersihkan dari noda syirik, niscaya
kalian akan mendapatkan keamanan dari siksa Allah di dunia, dan
akhirat, serta mendapatkan petunjuk, tidak sesat !!
Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al An’am: 82)
Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا
اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا
تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ
الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ. نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ
وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ. نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka
malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu
takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah
yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. Kamilah
pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya
kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya
apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Fushsilat: 30-32)
Inilah jaminan Allah di dunia dan di akhirat bagi hamba-hamba yang men-tauhid-kan Allah. Mereka ridho Allah sebagai Rabbnya, Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebagai nabinya dan islam sebagai agamanya.
Title : Gara-Gara Lalat
Description : Siapa yang tidak kenal dengan lalat ? Binatang mungil yang selalu hinggap pada tempat-tempat yang kotor dan menjijikkan, terbang kesana-...
Description : Siapa yang tidak kenal dengan lalat ? Binatang mungil yang selalu hinggap pada tempat-tempat yang kotor dan menjijikkan, terbang kesana-...
Post Comment