Barang-barang yang ada
disekitar kita, tidak semuanya suci. Namun, ada beberapa di antaranya
yang dihukumi najis dalam syari’at. Barang ini perlu diketahui
kenajisannya agar tidak salah dalam menggunakannya, dan bisa mengenal
cara membersihkannya. Najis bisa mempengaruhi sahnya shalat seseorang. Jika ia bernajis, maka harus dihilangkan najis yang melekat di baju atau badan. Jika najis keluar dari dubur harus beristinja’ darinya.
Para ahli ilmu telah mengadakan tahqiq (pemeriksaan) terhadap barang-barang yang ada disekitar kita, ternyata barang-barang najis lebih dari satu, di antaranya:
1. Tinja (Tahi) Manusia
Kotoran yang keluar dari tubuh seorang manusia melalui duburnya. Kotoran ini harus dibersihkan dengan cara istinja’ (cebok). Jika mengenai sandal atau sepatu, maka dibersihkan.
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
إِذَا وَطَئَ أَحَدُكُمْ بِنَعْلِهِ الأَذَى فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُوْرٌ
“Jika salah seorang di antara
kalian menginjakkan sandal pada kotoran (tahi), maka sesungguhnya tanah
merupakan pembersih baginya” [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (381). Dishahihkan Syaikh Al-Albaniy dalam Shahih As-Sunan (no. 385)]
2. Kencing Manusia
Kencing manusia atau hewan yang tidak halal dimakan termasuk barang-barang najis yang harus dibersihkan oleh seseorang.
Anas -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
َأنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِي
الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دَعُوْهُ وَلاَ تُزْرِمُوْهُ قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ
“Ada seorang Arab Badui pernah
kencing di masjid, maka sebagian orangpun bangkit dan menuju kepadanya.
Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Biarkan (ia
kencing), janganlah kalian memotongnya”.
Anas berkata, “Tatkala orang itu
selesai kencing, maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- meminta
seember air, lalu menuangkannya pada kencing tersebut. [HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya (6025) dan Muslim dalam Shahih-nya (284)]
Di antara dalil-dalil yang menunjukkan najisnya tinja dan kencing manusia, yaitu hadits-hadits yang memerintahkan untuk istinja’ (cebok) dari keduanya.
Syaikh Muhammad Al-Hisniy Asy-Syafi’iy -rahimahullah- berkata dalam Kifayah Al-Akhyar (1/98), “Adapun najisnya tinja, maka hujjahnya -disamping adanya ijma’- adalah sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Al-Bassam -rahimahullah- berkata dalam Taudhih Al-Ahkam min Bulugh Al-Maram (1/112), “Kencing merupakan najis. Wajib membersihkan tempat yang terkena kencing, baik di badan, pakaian, tanah, atau yang lainnya”.
3. Madzi, dan Wadi
Madzi adalah cairan yang keluar dari manusia ketika syahwatnya memuncak. Lebih jelasnya, An-Nawawi berkata, “Cairan yang halus lagi kental, keluar ketika bersyahwat”. [Lihat Al-Minhaj (3/204)]
Sedangkan wadi adalah cairan
najis yang keluar dari kemaluan seseorang ketika ia buang air, karena
mengalami sakit, atau lelah, tanpa disertai oleh syahwat.
Adapun keluarnya madzi ini menyebabkan seseorang harus bersuci, karena madzi adalah najis seperti halnya dengan kencing yang keluar dari kemaluan manusia.
Ali bin Abi Tahlib -radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata,
كُنْتُ رَجُلًا مَذّاَءً فَكُنْتُ
أَسْتَحْيِي أَنْ أَسْأَلُ النَّبِيًّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِمَكَانِ ابْنَتِهِ . فَأَمَرْتُ المِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ
فَقَالَ: يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ
“Dulu aku adalah seorang laki-laki
yang banyak madzinya, aku malu bertanya kepada Nabi -Shallallahu
‘alaihi wasallam- karena keberadaan putrinya. Kemudian aku
memerintahkan Al-Miqdad bin Al-Aswad (untuk bertanya),
maka ia pun bertanya kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Dia mencuci kemaluannya dan
berwudhu”. [HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya (132), Muslim dalam Shahih-nya (693), dan An-Nasa`iy dalam Sunan-nya (157)]
Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Mani,
wadiy, dan madzi; adapun mani, maka ia adalah sesuatu yang
(mangharuskan) mandi karenanya. Adapun wadiy dan madzi, maka ia berkata,
“Cucilah kemaluanmu, dan wudhu seperti wudhu untuk shalat”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (190) dan Al-Baihaqiy dalam Sunan-nya (1/115)]
An-Nawawiy -rahimahullah- berkata dalam Al-Minhaj (2/204), “Dalam
hadits ini terdapat beberapa faedah: (di antaranya) madzi tidak
mangharuskan mandi, dan (hanya) mengharuskan wudhu, dan bahwa madzi
adalah najis, oleh karena ini Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
mewajibkan mencuci kemaluan”.
Ibnu Qudamah -rahimahullah- berkata, “Sungguh
kami telah sebutkan bahwa madzi membatalkan wudhu’. Madzi keluar dalam
keadaan kental, keluar perlahan-lahan ketika timbul syahwat pada ujung
dzakar”. [Al-Mughni (1/232)]
4. Darah Haidh
Darah haidh merupakan barang najis yang
harus dibersihkan dari badan atau pakaian kita yang terkena, utamanya
ketika hendak melakukan ibadah di saat darah haidh terputus, atau saat
ingin berhubungan dengan suami.
Asma’ bintu Abu Bakr berkata, “Seorang
wanita pernah datang kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-,
seraya berkata, “Wahai Rasulullah, seseorang di antara kami bajunya
terkena darah haidh, apa yang harus kami lakukan”. Beliau menjawab,
تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضِحُهُ ثُمَّ تُصَلِّيْ فِيْهِ
“Keriklah, lalu gosok bersama air, kemudian siramlah; lalu shalatlah dengan menggunakan pakaian itu”. [HR. Al-Bukhariy (227) dan Muslim (291)]
Adanya perintah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk mencuci pakaian yang terkena darah haidh menunjukkan najisnya darah haidh, dan perkara ini telah disepakati para ulama.
Syaikh Husain bin Audah Al-’Awayisyah -hafizhahullah- berkata dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah (1/28), “An-Nawawiy sungguh telah menukil ijma’ tentang najisnya darah haidh dalam Syarah Shahih Muslim (3/200)”.
5. Kotoran (Tahi) Binatang yang Tidak Dimakan Dagingnya
Binatang yang tidak dimakan dagingnya,
seperti; anjing, kucing, babi, monyet, dan lain-lain, maka kotoran
(tahi) dan kencingnya merupakan najis.
Abdullah berkata, “Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- ingin buang air, lalu berkata, “Berikan
aku tiga buah batu”. Kemudian aku dapatkan dua buah batu dan kotoran
(tahi) himar, maka beliau mengambil dua buah batu tersebut dan membuang
kotoran (tahi) seraya bersabda,
هِيَ رِجْسٌ
“Dia (kotoran) ini najis”. [HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya(155), dan Ibnu Khuzimah dalam Shahih-nya (70)]
6. Anjing, Liurnya, dan Sisa Minumannya.
Di antara barang-barang najis adalah anjing, liurnyan dan sisa minumannya. Kenajisannya telah dijelaskan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam sabdanya,
طُهُوْرُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُوْلَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
“Cara menyucikan bejana salah seorang di antara kalian yang dijilat anjing, dicuci sebanyak tujuh kali, awalnya dengan tanah”. [HR. Muslim dalam Shahih-nya (279)]
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
إِذَا شَرِبَ الْكَلْبُ فِيْ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيُغْسِلْهُ سَبْعًا
“Jika Seekor anjing minum pada bejana salah seorang di antara kalian, maka hendaknya ia mencucinya sebanyak tujuh kali”. [HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya (172), dan Muslim dalam Shahih-nya (279)]
7. Bangkai
Bangkai adalah hewan yang mati secara
tidak wajar, tanpa melalui penyembelihan yang syar’iy, seperti;
dicekik, dipukul, disetrum, dijepit, atau ditabrak. Bangkai merupakan
najis, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
إِذَا دُبْغَ اْلإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ
“Apabila kulit bangkai disamak, maka ia sungguh telah suci”. [HR. Muslim dalam Shahih-nya (366) dan Abu Dawud dalam Sunan-nya (4105)]
Ini menunjukkan tentang najisnya
bangkai, termasuk kulitnya, kecuali kulitnya telah disamak, maka kulit
tersebut suci, dan boleh dimanfaatkan. Adapun jika belum disamak, maka
kulit tersebut tetap najis.
Namun ada suatu perkara yang perlu diingat, bahwa ada beberapa bangkai yang tidak najis.
- Bangkai ikan dan belalang
Dalam sebuah hadits, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ
وَدَّمَانِ. أَمَّاالْمَيْتَتَانِ فَالْحُوْتُ وَالْجَرَادُ. وَأَمَّا
الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Telah dihalalkan bagi kami dua
bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai tersebut, maka ia adalah ikan
dan belalang. Adapun dua darah, maka ia adalah hati dan limpa”. [HR. Ahmad dalam Musnad-nya (2/97) dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (3314). Lihat Shahih Al-Jami’ (210)]
- Bangkai hewan yang tidak memiliki darah yang mengalir
Bangkai hewan ini juga bukan merupakan
najis yang harus disucikan, walaupun ada sedikit darahnya, seperti
nyamuk, lalat, semut, laba-laba, kalajengking, dan lain-lain.
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِيْ
شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ وَلْيَطْرَحْهُ فَإِنَّ فِيْ
أَحَدِ جَنَاحَيْهِ دَاءً وَ فِيْ الآخَرِ شِفَاءً
“Jika lalat jatuh pada minuman
salah seorang di antara kalian, maka hendaknya ia menenggelamkan lalat
itu seluruhnya, lalu ia membuangnya, karena pada salah satu sayapnya
terdapat penyakit dan pada sayap yang lainnya ada penawarnya”. [HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya (3320)]
8. Daging Keledai Kampung
Keledai ada dua macam, yaitu keledai
liar, dan keledai kampung (peliharaan). jenis pertama, halal. Adapun
jenis yang kedua, maka haram dan najis.
Anas -radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Sesungguhnya
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah didatangi oleh
seseorang seraya berkata, “Keledai-keledai telah dimakan”. Kemudian
beliau didatangi lagi oleh seseorang seraya berkata, “Keledai-keledai
telah dihabiskan”. Maka beliau pun memerintahkan seorang, lalu orang itu
berteriak di tengah manusia,
إِنَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُوْمِ الْحِمَرِ الأَهْلِيَّةِ , فَإِنَّهَا رِجْسٌ
“Sesungguhnya Allah, dan Rasul-Nya
telah melarang kalian dari daging keledai kampung (peliharaan), karena
sesungguhnya ia itu najis”. Lalu belanga-belanga pun ditumpahkan,
padahal sungguh belanga-belanga itu penuh dengan daging”. [HR. Al-Bukhariy dalam Shahih-nya (5528), dan Muslim dalam Shahih-nya (194)]
Asy-Syaukaniy -rahimahullah- berkata, “Sungguh
Penulis telah membawakan dua hadits ini untuk berdalil tentang
najisnya daging hewan yang tidak boleh dimakan. Karena, pertama: adanya
perintah untuk memecahkan bejana (belanga). Kedua: perintah untuk
mencuci (bejana). Ketiga: adanya sabda beliau, “…karena ia (daging keledai kampung) itu kotoran atau najis”
yang menunjukkan najisnya. Tapi ini nash khusus tentang keledai
kampung, dan analogi bagi yang lainnya di antara hewan-hewan yang tidak
boleh dimakan, karena adanya alasan sama, yaitu tidak bolehnya
dimakan”. [Lihat Nail Al-Authar (1/121), cet. Dar Al-Kitab Al-Arabiy, 1420 H]
Inilah sebagian barang-barang najis
yang harus dijauhi dan dibersihkan oleh seseorang dari pakaian, bejana
dan airnya, agar termasuk orang-orang yang suka bersuci. Insya Allah, akan dilanjutkan dalam edisi fiqih selanjutnya. [ AF ]
Title : Barang-Barang Najis
Description : Barang-barang yang ada disekitar kita, tidak semuanya suci. Namun, ada beberapa di antaranya yang dihukumi najis dalam syari’at. Barang...
Description : Barang-barang yang ada disekitar kita, tidak semuanya suci. Namun, ada beberapa di antaranya yang dihukumi najis dalam syari’at. Barang...
Post Comment